Wanita Jarang Berhubungan Intim Berisiko Kematian Lebih Tinggi, Kenapa?
Menjaga kesehatan tubuh bukan hanya tentang pola makan yang seimbang dan rutinitas olahraga yang teratur. Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa frekuensi hubungan intim juga memainkan peran penting dalam kesehatan wanita. Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Psychosexual Health, wanita jarang berhubungan intim memiliki risiko kematian yang lebih tinggi hingga 70% dibandingkan dengan mereka yang rutin berhubungan intim, setidaknya sekali seminggu.
Penelitian ini melibatkan lebih dari 14 ribu partisipan wanita dari data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) di Amerika Serikat yang dikumpulkan antara tahun 2005 hingga 2010. Para peneliti menemukan bahwa frekuensi hubungan intim yang rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian, terutama ketika dikombinasikan dengan kondisi psikologis seperti depresi. Dalam kasus tertentu, risiko kematian bisa meningkat hingga 197% pada wanita yang mengalami depresi dan jarang berhubungan intim.
Meskipun demikian, para peneliti menekankan bahwa risiko ini tidak disebabkan langsung oleh kurangnya aktivitas seksual. Sebaliknya, mereka berhipotesis bahwa kurangnya hubungan intim dapat mengurangi manfaat kesehatan yang biasanya didapatkan dari aktivitas tersebut. Misalnya, hubungan intim diketahui dapat meningkatkan kesehatan kardiovaskular, memperbaiki mood, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh berkat pelepasan hormon-hormon seperti endorfin dan oksitosin. Hormon-hormon ini tidak hanya membuat tubuh lebih tahan terhadap penyakit, tetapi juga dapat memberikan efek peremajaan.
Baca juga: Perbedaan Pandangan RUU DPR dan Putusan MK Soal Pilkada
Hubungan intim secara rutin juga diketahui dapat meningkatkan kualitas tidur berkat pelepasan hormon prolaktin, yang membuat tubuh merasa rileks setelah melakukan aktivitas seksual. Selain itu, hubungan intim yang teratur dapat mempererat hubungan emosional dengan pasangan, meningkatkan keintiman dan kepuasan dalam hubungan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa hubungan antara frekuensi hubungan intim dan kesehatan bukanlah satu-satunya faktor yang perlu dipertimbangkan. Kondisi kesehatan mental dan fisik lainnya, seperti tingkat stres, pola tidur, dan gaya hidup, juga memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan secara keseluruhan.
Menurut Dr. Jennifer Wider, seorang pakar kesehatan wanita, “Hubungan intim adalah bagian penting dari kesehatan seksual, yang sering kali diabaikan dalam pembahasan tentang kesehatan umum. Penting untuk mengakui bahwa kesehatan seksual berkontribusi pada kesejahteraan secara keseluruhan dan dapat mempengaruhi risiko penyakit tertentu.”
Dalam konteks ini, meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan seksual dan bagaimana hal itu mempengaruhi kesehatan keseluruhan adalah langkah yang penting. Intervensi kesehatan masyarakat mungkin perlu memperluas fokus mereka untuk mencakup aspek kesehatan seksual, selain dari pendekatan tradisional yang lebih terfokus pada diet dan olahraga.
Di samping itu, penelitian ini menggarisbawahi pentingnya komunikasi antara pasangan untuk memastikan bahwa kebutuhan emosional dan fisik terpenuhi, sehingga dapat mendukung hubungan yang lebih sehat dan harmonis.
Dengan semua bukti ini, menjaga kehidupan seksual yang sehat tampaknya menjadi bagian integral dari strategi kesehatan jangka panjang, terutama bagi wanita yang ingin mengurangi risiko kesehatan yang dapat berujung pada kematian. Memastikan frekuensi hubungan intim yang cukup mungkin menjadi salah satu cara untuk menjaga kesehatan secara keseluruhan, namun tentu saja harus disesuaikan dengan kenyamanan dan kondisi masing-masing individu.